Thursday, April 26, 2007

...pace...

Bukan pohon pace alias mengkudu yang gw mo ceritain disini... tapi Japanese Culture yang satu ini memang shocking banget buat orang indo ..... semua harus cepat.. jalannya .. jalan pikirannya.. keputusannya... gw yang udah biasa jalan cepat , makan cepat jadi malah nambah cepet niy..

but salut buat japanese.. yang bisa mikir cepet and ngambil keputusan cepet... walo kadang2 kecepetan...

tengok aja Honda, Toyota, itu etos kerja pa ga gila2an...

Wednesday, April 25, 2007

Blog on Blog

Kalau mau liat blog yang laennya...lebih ke life episode sih...boleh kunjungi....

http://blogs.www.friendster.com/t/app/weblog

tabik,
erwin

GEMBA KAIZEN

Gemba Kaizen, Poka Yoke, JIT, Muda,
Frasa-frasa jepun ini lagi menghias otak gw karena dapat assignment dari mgr gw (gw selalu ngomong mgr gw atau atasan gw, kalo boss itu ya Miyamoto-san atau sekalian Uchida-san) buat develop program KAIZEN di YIN. Yang ada dalam benak gw sekarang adalah menggabungkan antara KAIZEN dan Employee Continous Improvement Recognition or Proposal Program. Mudah-mudahan pas mgr gw balik dr Jepun udah bisa jadi konsepnya.

Mau tau apa itu gemba kaizen ? please klik ke www.kaizen.com
Arigato gozaimas...

Kerajaan Muaraberes

Waksss... sempet baca di i-net, bahwa ternyata daerah Muaraberes yang termasuk keluarahan Karadenan, kelurahan tempat tinggal gw, dulunya bekas situs kerajaan kecil, Kerajaan Muara Beres dengan pusat pemerintahan di Kawung (sekaranag Kaum) Pandak sekitar 1.5 km dari rumah gw. Weitss... Kerajaan ini berada dibawah perintah Prabu Siliwangi, Raja Padjadjaran. Dan konon katanya di Bojong gede terdapat makam Ratu Anti atau Ratu Siti Maemaunah, pahlawan wanita dari Bojonggede.

Wah seru juga nih baca sejarah daerah gw sekarang. Lengkapnya ada di sini nih... http://www.depdagri.go.id/konten.php?nama=Daerah&op=detail_kabupaten&id=161&dt=
sejarah&nama_kab=Kota%20Depok

Jangan lupa baca juga link ini...
http://www.pikiran-rakyat.com/cetak/2005/0905/13/0802.htm. Buar semua pembaca yang kebetulan belum tahu sejarah daerah tempat tinggalnya, ayo cari TAUUU...

Pondok Rajeg

Pos Perhentian Pondok Rajeg,

Halte dengan Sumber Listrik Tenaga Surya

Kalau roker sekalian sedikit mengernyitkan dahi membaca artikel ini, wajar saja, karena pos perhentian yang masuk dalam wilayah Desa Pondok Rajeg, Kelurahan Pondok Rajeg, Kecamatan Cibinong, Kabupaten Bogorletaknya memang terpencil. Pos Perhentian yang terletak 200 meter diatas permukaan laut ini merupakan salah satu pos perhentian dari jalur rel Depok – Citayam – Nambo (Cileungsi) yang dilayani oleh rangkaian KRD Nambo.

Jalur ini mulai tahun 2000 difungsikan untuk mengangkut penumpang yang tersebar di sepanjang jalur Nambo – Gunung Putri - Cibinong – Pondok Rajeg – Citayam – Depok (lama) – Manggarai. Rangkaian ini berjalan pagi hari jam 07:00 dari Stasiun Nambo dan sampai stasiun Manggarai jam 08:00,dan sore harinya jam 15:00 dari Nambo dan sampai Stasiun Manggarai jam 15:30 untuk berangkat kembali ke Nambo jam 16:30. Rangkaian ini juga biasa disebut Eco – Express, Ekonomi karena gerbongnya tanpa AC dan penumpang berjubel, Express karena dari Stasiun Depok (Lama) langsung bablas ke Stasiun Manggarai.

Pos perhentian yang dibangun tahun 1992, sejalan dengan dimulainya pembangunan jalur Citayam – Nambo ini, terletak diantara jalan penghubung kota Depok – Cibinong dan mulai aktif digunakan mulai tahun 2000. Pos perhentian ini dapat dicapai dengan angkot no. 72 jurusan Cibinong – Kp. Sawah.

Ironisnya, sejak akhir bulan Mei tahun 2006, halte ini sudah mulai tak berfungsi karena KRD Nambo juga sudah tak berjalan lagi. Padahal kalau dilihat pos perhentianini cukup hemat energi, terbukti saat KRLMania mengunjungi pos perhentian ini, panel tenaga surya masih terpasang.

Kepala Stasiun KA Cibinong yang juga membawahi pos perhentian Pondok Rajeg, Bp. Rusdiyanto, yang KRLMania hubungi, mengatakan pos perhentian Pondok Rajeg memang dilengkapi dengan teknologi tenaga surya yang digunakan untuk tenaga cadangan, apabila listrik dari PLN mengalami gangguan untuk aliran listrik ke pos perhentian dan pintu perlintasan.

Bapak yang tinggal di dekat Stasiun Depok Lama ini juga membeberkan catatannya yang menyebutkan jumlah penumpang yang naik dan turun dari pos perhentian ini. Pada medio Januari 2006 tercatat sebanyak 1394 orang dan April 2006 masih berkisar di angka 1147 orang hingga di bulan Mei 206 dimana rangkaian KRD Nambo mulai banyak dibatalkan perjalanannya hanya tercatat 163 orang.

Untuk rencana ke depan, sebagaimana dijelaskan oleh KaHumas Daops I , Bp. Akhmad Sujadi, jalur Citayam – Nambo ini akan difungsikan sebagai jalur KA Babaranjang (batu bara rangkaian panjang) dari Cigading – Nambo. Hal ini dikarenakan rencana penggunaan Double-Double Track lintas Timur (Jatinegara – Bekasi) yang akan menambah padat jalur tersebut, sehingga rangkaian batu bara dialihkan ke jalur Citayam – Nambo.

Yang unik dari jalur ini, rekan-rekan yang hobi bersepeda gunung, sering memanfaatkan jalur ini sebagai jalur bersepeda yang diakui cukup memiliki view dan medan yang bagus. Berminat mencoba jalur ini dengan sepeda ?.

(epf)

Cul de Sac Swamp = Rawa Buntu

Kalau ditanya mengenai stasiun yang satu ini, rasanya hanya penumpang KRL ekonomi / KRD Rangkasbitung – Jakarta saja yang paham dengan lokasinya. Secara geografis stasiun ini terletak antara Stasiun Sudimara dan Serpong dan hanya digunakan untuk perhentian KRL Ekonomi dan KRD lintas Serpong. Beberapa roker Rawa Buntu yang sempat kami tanyai, mengatakan bahwa yah kalo KRL Express (AC) berhenti di Rawa Buntu itu karena ‘kebijakan’ masinis saja. “..Cuma kalau yang ingin menanyakan jadwal perjalanan KRL di sini ya siap2 aja ngelus dada, karena yang tau jadwal perjalanan KRL hanya penumpang karena telpon-telponan dengan kawannya yang di Stasiun Serpong..”, ujar penumpang KRL dari Stasiun Rawa Buntu yang sempat berdiskusi dengan kami.

Stasiun yang dapat ditempuh dari seputaran perumahan Bumi Serpong Damai dan Cikokol ini dilewati oleh angkutan kota dengan rute Victor – BSD, dan sedikit angkutan kota dari Parung – Serpong yang melewati Pamulang dan Rawa Buntu. Sedangkan dari peumahan Villa Melati Mas dapat dijangkau dengan ojek atau jalan kaki (+ 1 km jaraknya).

Dengan fasilitas terbatas dan jumlah perjalanan KRL Ekonomi / KRD yang tidak begitu banyak, jumlah penumpang yang keluar masuk stasiun ini kira2 hanya ± 1000 orang saja.

Petugas yang melayani loket penjualan tsb tidak lebih dari 3 orang itupun bergantian (standby 1 orang saja setiap hari), status diperkirakan masih honorer karena seperti pegawai warisan menggantikan posisi bapaknya yg dulu jual karcis.

Fasilitas yang ada untuk penumpang masih standar (Toilet Umum dan Musholla), atap peron ya tidak beda jauh dengan stasiun lainnya di lintas TA-Serpong belum memberikan rasa nyaman, hujan kehujanan, panas kepanasan, peron stasiunpun masih pendek belum ada perbaikan seperti di Stasiun Serpong, Sudirmara dan Pondok Ranji. Fasilitas peron yang jauh dari stándar ini yang menyulitkan saat turun / naik rangkaian bagi ibu hamil juga dikeluhkan salah seorang roker Rawa Buntu yang istrinya sempat mengalami pendarahan karena turun tidak pas dengan peron (ketinggian).

Klo mau jajan ringan maupun berat semua tersedia dengan menu makanan kelas rakyat dan ala kadarnya dengan harga lebih murah dibandingkan dengan stasiun besar di Jakarta seperti : Tanah Abang, dsb.

Untuk rencana kedepan (semua berpulang dan kembali pada PT.KAI sendiri). Klo PTKAI jeli dan mau mengelola stasiun ini, untuk masa mendatang akan lebih hidup karena disamping banyak perumahan yang bermunculan juga tersedianya hiburan di BSD dsk.

Klo mao hang out di Sta Rawabuntu saat ini harus berpikir ulang 1000 x, tidak ada yang spesifik kecuali jalan yang berlumpur klo hujan dan rumah2 penduduk. belum ada yang dapat dinikmati, sta ini masih terbatas sebagai tempat menunggu pnp untuk ke jakarta kalopun tdk ada KA masih banyak mode angkutan pilihan lainnya (trans BSD Kota, Psr. Baru dan Senayan, Angkot reguler dari BSD ke Kebon Nanas ----> ke JKT)

Itu saja yang saat ini dapat saya informasikan. Menurut Pak Tating dari BSD pernah datang ke Div. Jabodetabek. Berdasarkan penjelasan beliau pada waktu itu sebelum pertemuan dengan Tim KRL Mania di Juanda bahwa BSD akan membangun stasiun (belum jelas tempatnya) tetapi dengan catatan KRL AC harus berhenti di sta. tsb. Mungkin di Sta Rawabuntu yg aksesnya mudah klo di ciater deket sekolah solideo paling2 hanya pnp sekitar situ saja karena tidak adanya angkot yang lewat situ (secara perhitungan ekonomis masih rugi).

(prie/epf)

Citayam

Memasuki stasiun yang satu ini memang harus cukup punya nyali. Coba saja anda berdiri di peron tengah, peron selebar 2 meter yang berada di antara jalur Jakarta – Bogor ini posisinya sangat ‘mepet’ sekali dengan badan kereta yang melintas atau berhenti di stasiun yang letaknya di Kecamatan Citayam, Kota Depok ini. Kondisi ini ditambah lagi dengan banyaknya pedagang yang mengadu untung di peron yang secara standar panjangnya kurang dari 180 meter dimana standar panjang peron adalah 180 – 2000 meter.


Stasiun yang setiap harinya melayani 7000 – 8000 orang yang letaknya di jalan provinsi

antara Depok - Bojonggede ini mudah diakses dengan angkutan kota D 05 jurusan Depok – Bojonggede dan 111 jurusan Citayam – Parung. Satu Loket masing – masing di sebelah utara dan selatan serta 1 loket utama di Hall Stasiun merupakan fasilitas stasiun dirasakan masih kurang untuk melayani volume penumpang sebesar tersebut diatas. Ditambah lagi, Stasiun Citayam yang tidak hanya disinggahi KRL Ekonomi tapi ada 4 rangkaian KRL Ekspress Jakarta – Bogor yang BLB (berhenti luar biasa), maka kebutuhan untuk penambahan loket khusus ekspress dirasakan sangat perlu. Dari sisi kekuatan ‘pasukan, menurut bapak 2 anak ini, dengan tenaga PPKA 3 orang, Penjaga Loket 5 orang dan Penjaga Lintasan 4 orang, usaha untuk mencapai target pemasukan yang dibebankan ke Stasiun Citayam tidak bisa dibilang mudah. Oleh karena itu, mulai bulan Februari ini diterjunkan pula tenaga tambahan sebanyak 14 orang.

Usaha untuk menertibkan pedagang dan me-revitalisasi peron saat ini tengah gencar dilakukan oleh pihak Stasiun. Kepala Stasiun Citayam, Bp. Dedi Hadi Suseno, yang kami temui di ruang kerjanya menyebutkan program utama yang sedang dilakukannya selain penertiban pedagang di peron, pembuatan pagar dan jalur masuk penumpang di jalur tengah yang didukung oelh Usaha Non Angkutan Divisi Jabotabek adalah pengembangan dan restrukturisasi karyawan stasiun sendiri. Mulai dari pengawasan pendapatan via karcis yang juga diterapkan dengan system ‘mysteri shopper’ hingga trik pendekatan secara rohani melalui manajemen qolbu dengan karyawan stasiun. Jika anda adalah pengguna atau sempat melintas di Stasiun ini, anda akan melihat perbaikan sarana dan prasarana stasiun yang sedang dikerjakan untuk mencapai target program yang disebutkan diatas.

Program pebuatan pagar yang berada di bawah peron tengah sampai dengan pintu perlintasan sempat menertibkan cukup banyak pedagang merupakan hal yang cukup positif yang sudah dilakukan oleh bapak yang bertubuh cukup besar ini. Hal lain untuk menertibkan pedagang adalah pengaturan jam berdagang yang diatur mulai jam 2 siang sampai jam 8 malam.

Hal penting yang dirasakan perlu oleh bapak yang saat kerusuhan 1998 berada di Stasiun Cawang ini adalah perlunya tenaga keamanan tambahan, karena usaha untuk menertibkan pedagang ini seperti menghadapai penyakit kronis. Karena pihak stasiun sendiri sudah tidak digubris oleh si pedagang yang dikoordinir oleh forum warga setempat.

Usaha bapak yang tinggal di Kp. Rambutan ini pun tidak berhenti hanya sampai di situ. Saat pertama kali ditugaskan, setelah sebelumnya sempat bertugas di Stasiun Cawang (1995 – 2000), Universitas Pancasila (2000 – 2006) dan Pondok Cina (2006 – 2007), bapak yang selalu mengutamakan keselamatan penumpang ini, langsung meninjau lokasi perlintasan. Lokasi yang masih masuk dalam ruang lingkup kerja stasiun ini memang dikenal kerap macet karena banykanya angkotan kota yang ‘ngetem’ persis di dekat palang pintu perlintasan. Para tukang ojek juga aktif dilibatkan untuk membantu penjaga lintasan dalam menertibkan angkutan kota dan penumpang yang menyeberang sembarangan.

Kesulitan lain yang dirasakan pihak stasiun Citayam adalah jika rangkaian KRD Nambo kembali dioperasikan adalah sulitnya koordinasi PPKA untuk memindahkan wesel di perlintasan ke Nambo yang berjarak sejauh 1 km dari Stasiun Citayam. Jika memang akan kembali dioperasikan, pihak stasiun memohon ditambahkan personil PPKA, agar saat berdinas tidak hanya 1 orang saja. Tenaga ini juga dapat dimanfaatkan sebagi portir karcis ataupun penjaga loket.

Hal lain yang sempat di-revitalisasi adalah gardu penjaga lintasan. Gardu yang terletak di ujung stasiun ini sebelumnya sempat kumuh, namun berkat kerjasama yng baik antara pihak stasiun, divisi Jabotabek dan masyarakat sekitar (dalam hal ini, para pengojek), gardu lintasan ini boleh dibilang sekarang paling ‘kinclong’ di jalur Jakarta – Bogor.

Fasilitas lain yang cukup baik adalah WC Umum dan Musholla yang terletak disebelah barat stasiun. 4 buah kamar mandi laki-laki dan 3 buah kamar mandi perempuan. Namun sanagat disayakan ada satu fasiltas yang diarasakan mubazir yaitu tangga penyeberangan yang terletak di sisi utara. Fasilitas ini bisa dibilang tidak pernah digunakan penumpang, namun mungkin digunakan oleh para gelandangan dan pengemis, buktinya saat kami menaiki jembatan tersebut, terlihat bekas kain sebagai alas tidur.

Mengenai KRL Hantu, bapak yang sering disebut KS Preman, karena jarang memakai baju dinas, ini menyebutkan hal itu hanya sebagai halusinasi penumpang saja.

Nah jadi, kapan ada waktu silakan mampir ke stasiun yang memang dikenal sebagai gudangnya pedagang buah di jalur Jakarta – Bogor. (epf/aim)

Peron Tak Beratap

Seiring dengan datangnya musim penghujan sekarang ini, para penumpang KRL asal Bojonggede pun sempat bertanya-tanya mengenai keberadaan peron tiga stasiun ini yang tidak kunjung beratap. Memang bukan hanya saat hujan atap sangat diperlukan oleh penumpang, namun ketika panas matahari menyengat, adanya keteduhan atap terasa bagaikan oase di tengah gurun pasir.

Saat kami temui di Ruang PPKA, Stasiun Bojonggede, beberapa hari yang lalu, Wakil Kepala Stasiun (Wakil KS) Bojonggede, Heri, mengatakan bahwa konstruksi yang ada di peron tiga itu memang hanya diperuntukkan untuk berril (barrier –penyangga), yaitu untuk menjaga agar penumpang tidak naik ke atap kereta, dan ini merupakan bagian dari program PT KA Divisi Jabotabek yang sedang gencar dilakukan dan dananya berasal dari Departemen Perhubungan. “Kalau yang nanya atap peron 3 yang murni dari penumpang kayaknya baru dari KRL mania ini saja kayaknya”, ujar Wakil KS yang rumahnya hanya sepelemparan batu dari Stasiun Bojonggede ini. “Lho?, maksudnya, pak ?” kami keheranan. “ Iya, yang sering nanyain atap peron tiga itu , selama ini ya para preman, PKL (Pedagang kaki Lima, Red), termasuk warga sekitar stasiun, yang mau mengadu nasib di situ..”jelas pria yang berbadan besar ini. “Wah susah juga kalu dikasih atap, peron bisa jadi Citayam kedua nanti”, piker kami dalam hati.

Pada saat ini Stasiun Bojonggede termasuk stasiun kelas tiga, namun perolehan pendapatan perbulannya terbesar kedua setelah Stasiun Bogor, dari 33 stasiun yang ada di bawah kendali Divisi Angkutan Perkotaan (AP) Jabotabek, dengan pemasukan perbulan rata – rata 1,1 miliar rupiah. Pada setiap kesempatan, pihak Stasiun Bojonggede selalu mengusulkan agar kelas stasiun dinaikkan, dan alhamdulillah katanya lagi, rencananya stasiun yang di setiap pertemuan dengan pejabat Divisi AP Jabotabek selalu disebut sebagai stasiun Bojong Besar ini akan dinaikkan kelasnya menjadi kelas I tahun 2007 ini, menyamai kelas Stasiun Depok. Rencananya juga akan ada penambahan jalur menjadi 4 jalur dan bangunan stasiun dibuat bertingkat seperti stasiun Tanah Abang,. Loket dan bangunan fungsional berada di lantai atas, sementara jalur kereta tetap d bawah. Rencana ini menurutnya sudah disetujui oleh Bappenas saat masih diketuanya oleh Ibu Sri Mulyani (MenKeu sekarang –red), namun sampai saat ini belum terealisasi.

Dengan tenaga Portir sebanyak 11 orang, usaha menekan jumlah penumpang illegal alias tak berkarcis jelas bukan usaha yang mudah. Terlebih lagi pendapatan yang cukup stagnan dari bulan Januari – September 2006 di hampir semua stasiun terbuka di wilayah Jabodetabekser membuat para pejabat PT KA Divisi AP Jabotabek memutar otak. Sebagai perbandingan, untuk tahun 2005 di kurun waktu yang hampir sama (Januari – Juli) , pendapatan di stasiun Bojonggede saja sudah melampui target alias surplus (105 % dari target) atau dengan kata lain 5 bulan ke depan hanya tinggal menarik untung. “ Oleh karena itu mulai bulan Oktober diterjunkan tenaga tambahan. Untuk stasiun BJD (Bojonggede, Red) meminta tambahan 15 orang pasukan putih hitam ini untuk memperkuat pengamanan stasiun dengan pengawasan dari pimpinan stasiun”, ujar wakil KS yang selalu terlihat berjaga mengawasi aktivitas stasiun dan anak buahnya dari jam 04.30 – 10.00 pagi.

Dari hasil penambahan jumlah personal portir ini pemasukan stasiun pun bertambah. Terbukti di loket pintu Utara, yang sebelum adanya portir meraup penjualan karcis rata – rata hanya Rp. 2,5 – 2,9 juta / hari di bulan September , semenjak adanya ‘pasukan’ ini mulai bulan Oktober penjualan karcisnya melonjak menjadi rata – rata Rp. 5 – 6 juta per hari. Program ini pun merambah ke penjualan abonemen, Saat rekapitulasi pendapatan bulanan, loket Ltara mengalami penurunan pendapatan kembali ke angka Rp. 2,9 juta per hari, namun penjulan abunemen meningkat menjadi dua kali dari bulan sebelumnya.

Dari hasil ini, pun Stasiun Bojonggede masih memiliki program penjualan Abunemen yang diperpanjang hingga tanggal 12 setiap bulannya dengan persetujuan Kasie Angkutan Penumpang dan Kaur Keuangan untuk menjaring lebih banyak konsumen. Hal lain juga dilakukan oleh Sta BJD untuk mengantisipasi kelangkaan abunemen yaitu dengan cara mengambil jatah stasiun layang (Cikini - Jayakarta) sejumlah 1000 unit abonemen.
Fasilitas stasiun yang sempat kami tanyakan juga adalah Plang Nama Stasiun Bojonggede yang menurut kami cukup menganggu pandangan ke arah Selatan saat KRL dari Bogor akan melintas. Gangguan ini terutama dirasakan oleh pengguna jasa yang datang dari arah perumahan Gaperi 1 atau sebelah timar. Hal ini juga menyangkut keselamatan pengguna jasa. Pihak stasiun berjanji akan mengatisipasi hal-hal yang dikhawatirkan tersebut dengan menambahkan speaker di dekat pintu masuk peron 3 untuk memberitahukan kedatangan kereta dan memperingatkan bahaya yang ada.

Masalah perbaikan fasilitas lainnya yang saat ini sedang dikerjakan oleh pihak Stasiun BJD adalah pengurasan ballast. Hal ini untuk menjamin agar kelenturan rel dan keselamatan perjalanan KA. Seperti diketahui, sudah hampir 3 bulan terakhir ini rel di jalur satu dan dua di Stasiun BJD bercampur antara kerikil ballast dan lumpur yang jatuh ke rel seiring musim penghujan.Hal ini dilakukan dilakukan untuk menjamin keselamatan semua pihak.

(epf/ros/nc)

Tuesday, April 24, 2007

KRLMania.com

Itung punya itung udah ampir 3 tahun gw ngikut milis KRL-Mania@yahoogroups.com, sejak pindah ke Depok n kerja di HO-nya INCA yang punya Bapak Jenggot.....hihihihi. Terus pas dah mau resign dari sana buru2 subscribe pake gmail n pas pindah ke YIN ikut lagi pake email kantor.

Tahun 2007 ini, selain milis KRLMania, kita juga punya Tabloid Gratis setelah sebelomnya sempet develop web yang pembangunannya juga berdarah-darah, walopun gw sempet ikut denger hasil rapat BPUPW-KRLMania tapi gw ga sempet n ga punya waktu buat kerja bareng di web. Nah, pas tabloid (sebenarnya lebih asik disebut bulletin sih.. cuma kurang ngepop kali ye...) mau di develop , gw dipercaya buat jabrik (jaga rubrik) Dari Peron Ke Peron.

Rubrik ini nyeritain semua seluk beluk peron stasiun yang kita angkat profilnya termasuk dengan petugas dan pejabat stasiunnya sekalian. Edisi 0001 Jan 2007, kita tulis profil Peron Tak Beratap di Sta. Bojonggede, kebetulan stasiun pemberangkatan tercinta ini dipilih sebagai pengisi edisi perdana Media KRLMania (itu nama tabloidnya..). Interview kali itu ditemenin Om Rosmana, engineer-nya Lion Air (kita di milis biasa manggil om or mbak).

Selanjutnya di Edisi 0002, giliran Stasiun Citayam dengan segala kemajemukan-nya, mulai dari tukang buah yang seenaknya naro dagangan di peron tengah yang lebarnya cuma 1 meter, angkot yang ngetem pas pintu perlintasan, ojek yang saingan sama angkot plus penumpang yang sembarangan nyebrang ditambah perilaku standar penumpang KRL Jabotabek khususon ekonomi yang jarang beli karcis sama suka naek di atap. Pas ngobrol sama Pa' Dedi, sang KS, ditemenin om Agus I, roker (rombongan kereta) Bogor yang kebagian moto2.

Di edisi 0003, nah di edisi ini, berhubung yang diangkat Pos Perhentian (stasiun kecil) Rawa Buntu di daerah Serpong, gw minta bantuan temen milis daerah Serpong yang biasa naik dari stasiun ini, namanya Mas Prie.
Nah dari data mas Prie plus editan dari Pa Cahyo selaku Redaktur Pelaksana, jadi deh tuh tulisan naik cetak.

Saat blog ini dicetak, Pos Perhentian Pondok Rajeg (jalur Citayam - Nambo) jadi perhatian. Ini lebih seru lagi, wawancara petugas KS Cibinong (karena pos perhentian Pondok Rajeg ada dibawah wewenang KS Cibinong), dilakukan melalui telepon.

Kalau ada yang mau baca, simak terus aja Bigbojong.blogspot.com

Wednesday, April 18, 2007

...Nunggu...

Nungguin..

  1. KRL yang nganterin gw pulang ke rumah di Bojong Depok Baru memang bagus buat ngelatih kesabaran gw.
  2. Kerjaan yang lebih oke dari yang sekarang...
  3. Panggilan dari yang gw kirimin resume and yang dah pernah manggil gw interview... huahaha :)
  4. Waktu yang tepat buat sesuatu yang lebih berarti