Wednesday, April 25, 2007

Citayam

Memasuki stasiun yang satu ini memang harus cukup punya nyali. Coba saja anda berdiri di peron tengah, peron selebar 2 meter yang berada di antara jalur Jakarta – Bogor ini posisinya sangat ‘mepet’ sekali dengan badan kereta yang melintas atau berhenti di stasiun yang letaknya di Kecamatan Citayam, Kota Depok ini. Kondisi ini ditambah lagi dengan banyaknya pedagang yang mengadu untung di peron yang secara standar panjangnya kurang dari 180 meter dimana standar panjang peron adalah 180 – 2000 meter.


Stasiun yang setiap harinya melayani 7000 – 8000 orang yang letaknya di jalan provinsi

antara Depok - Bojonggede ini mudah diakses dengan angkutan kota D 05 jurusan Depok – Bojonggede dan 111 jurusan Citayam – Parung. Satu Loket masing – masing di sebelah utara dan selatan serta 1 loket utama di Hall Stasiun merupakan fasilitas stasiun dirasakan masih kurang untuk melayani volume penumpang sebesar tersebut diatas. Ditambah lagi, Stasiun Citayam yang tidak hanya disinggahi KRL Ekonomi tapi ada 4 rangkaian KRL Ekspress Jakarta – Bogor yang BLB (berhenti luar biasa), maka kebutuhan untuk penambahan loket khusus ekspress dirasakan sangat perlu. Dari sisi kekuatan ‘pasukan, menurut bapak 2 anak ini, dengan tenaga PPKA 3 orang, Penjaga Loket 5 orang dan Penjaga Lintasan 4 orang, usaha untuk mencapai target pemasukan yang dibebankan ke Stasiun Citayam tidak bisa dibilang mudah. Oleh karena itu, mulai bulan Februari ini diterjunkan pula tenaga tambahan sebanyak 14 orang.

Usaha untuk menertibkan pedagang dan me-revitalisasi peron saat ini tengah gencar dilakukan oleh pihak Stasiun. Kepala Stasiun Citayam, Bp. Dedi Hadi Suseno, yang kami temui di ruang kerjanya menyebutkan program utama yang sedang dilakukannya selain penertiban pedagang di peron, pembuatan pagar dan jalur masuk penumpang di jalur tengah yang didukung oelh Usaha Non Angkutan Divisi Jabotabek adalah pengembangan dan restrukturisasi karyawan stasiun sendiri. Mulai dari pengawasan pendapatan via karcis yang juga diterapkan dengan system ‘mysteri shopper’ hingga trik pendekatan secara rohani melalui manajemen qolbu dengan karyawan stasiun. Jika anda adalah pengguna atau sempat melintas di Stasiun ini, anda akan melihat perbaikan sarana dan prasarana stasiun yang sedang dikerjakan untuk mencapai target program yang disebutkan diatas.

Program pebuatan pagar yang berada di bawah peron tengah sampai dengan pintu perlintasan sempat menertibkan cukup banyak pedagang merupakan hal yang cukup positif yang sudah dilakukan oleh bapak yang bertubuh cukup besar ini. Hal lain untuk menertibkan pedagang adalah pengaturan jam berdagang yang diatur mulai jam 2 siang sampai jam 8 malam.

Hal penting yang dirasakan perlu oleh bapak yang saat kerusuhan 1998 berada di Stasiun Cawang ini adalah perlunya tenaga keamanan tambahan, karena usaha untuk menertibkan pedagang ini seperti menghadapai penyakit kronis. Karena pihak stasiun sendiri sudah tidak digubris oleh si pedagang yang dikoordinir oleh forum warga setempat.

Usaha bapak yang tinggal di Kp. Rambutan ini pun tidak berhenti hanya sampai di situ. Saat pertama kali ditugaskan, setelah sebelumnya sempat bertugas di Stasiun Cawang (1995 – 2000), Universitas Pancasila (2000 – 2006) dan Pondok Cina (2006 – 2007), bapak yang selalu mengutamakan keselamatan penumpang ini, langsung meninjau lokasi perlintasan. Lokasi yang masih masuk dalam ruang lingkup kerja stasiun ini memang dikenal kerap macet karena banykanya angkotan kota yang ‘ngetem’ persis di dekat palang pintu perlintasan. Para tukang ojek juga aktif dilibatkan untuk membantu penjaga lintasan dalam menertibkan angkutan kota dan penumpang yang menyeberang sembarangan.

Kesulitan lain yang dirasakan pihak stasiun Citayam adalah jika rangkaian KRD Nambo kembali dioperasikan adalah sulitnya koordinasi PPKA untuk memindahkan wesel di perlintasan ke Nambo yang berjarak sejauh 1 km dari Stasiun Citayam. Jika memang akan kembali dioperasikan, pihak stasiun memohon ditambahkan personil PPKA, agar saat berdinas tidak hanya 1 orang saja. Tenaga ini juga dapat dimanfaatkan sebagi portir karcis ataupun penjaga loket.

Hal lain yang sempat di-revitalisasi adalah gardu penjaga lintasan. Gardu yang terletak di ujung stasiun ini sebelumnya sempat kumuh, namun berkat kerjasama yng baik antara pihak stasiun, divisi Jabotabek dan masyarakat sekitar (dalam hal ini, para pengojek), gardu lintasan ini boleh dibilang sekarang paling ‘kinclong’ di jalur Jakarta – Bogor.

Fasilitas lain yang cukup baik adalah WC Umum dan Musholla yang terletak disebelah barat stasiun. 4 buah kamar mandi laki-laki dan 3 buah kamar mandi perempuan. Namun sanagat disayakan ada satu fasiltas yang diarasakan mubazir yaitu tangga penyeberangan yang terletak di sisi utara. Fasilitas ini bisa dibilang tidak pernah digunakan penumpang, namun mungkin digunakan oleh para gelandangan dan pengemis, buktinya saat kami menaiki jembatan tersebut, terlihat bekas kain sebagai alas tidur.

Mengenai KRL Hantu, bapak yang sering disebut KS Preman, karena jarang memakai baju dinas, ini menyebutkan hal itu hanya sebagai halusinasi penumpang saja.

Nah jadi, kapan ada waktu silakan mampir ke stasiun yang memang dikenal sebagai gudangnya pedagang buah di jalur Jakarta – Bogor. (epf/aim)

No comments: