Wednesday, April 25, 2007

Peron Tak Beratap

Seiring dengan datangnya musim penghujan sekarang ini, para penumpang KRL asal Bojonggede pun sempat bertanya-tanya mengenai keberadaan peron tiga stasiun ini yang tidak kunjung beratap. Memang bukan hanya saat hujan atap sangat diperlukan oleh penumpang, namun ketika panas matahari menyengat, adanya keteduhan atap terasa bagaikan oase di tengah gurun pasir.

Saat kami temui di Ruang PPKA, Stasiun Bojonggede, beberapa hari yang lalu, Wakil Kepala Stasiun (Wakil KS) Bojonggede, Heri, mengatakan bahwa konstruksi yang ada di peron tiga itu memang hanya diperuntukkan untuk berril (barrier –penyangga), yaitu untuk menjaga agar penumpang tidak naik ke atap kereta, dan ini merupakan bagian dari program PT KA Divisi Jabotabek yang sedang gencar dilakukan dan dananya berasal dari Departemen Perhubungan. “Kalau yang nanya atap peron 3 yang murni dari penumpang kayaknya baru dari KRL mania ini saja kayaknya”, ujar Wakil KS yang rumahnya hanya sepelemparan batu dari Stasiun Bojonggede ini. “Lho?, maksudnya, pak ?” kami keheranan. “ Iya, yang sering nanyain atap peron tiga itu , selama ini ya para preman, PKL (Pedagang kaki Lima, Red), termasuk warga sekitar stasiun, yang mau mengadu nasib di situ..”jelas pria yang berbadan besar ini. “Wah susah juga kalu dikasih atap, peron bisa jadi Citayam kedua nanti”, piker kami dalam hati.

Pada saat ini Stasiun Bojonggede termasuk stasiun kelas tiga, namun perolehan pendapatan perbulannya terbesar kedua setelah Stasiun Bogor, dari 33 stasiun yang ada di bawah kendali Divisi Angkutan Perkotaan (AP) Jabotabek, dengan pemasukan perbulan rata – rata 1,1 miliar rupiah. Pada setiap kesempatan, pihak Stasiun Bojonggede selalu mengusulkan agar kelas stasiun dinaikkan, dan alhamdulillah katanya lagi, rencananya stasiun yang di setiap pertemuan dengan pejabat Divisi AP Jabotabek selalu disebut sebagai stasiun Bojong Besar ini akan dinaikkan kelasnya menjadi kelas I tahun 2007 ini, menyamai kelas Stasiun Depok. Rencananya juga akan ada penambahan jalur menjadi 4 jalur dan bangunan stasiun dibuat bertingkat seperti stasiun Tanah Abang,. Loket dan bangunan fungsional berada di lantai atas, sementara jalur kereta tetap d bawah. Rencana ini menurutnya sudah disetujui oleh Bappenas saat masih diketuanya oleh Ibu Sri Mulyani (MenKeu sekarang –red), namun sampai saat ini belum terealisasi.

Dengan tenaga Portir sebanyak 11 orang, usaha menekan jumlah penumpang illegal alias tak berkarcis jelas bukan usaha yang mudah. Terlebih lagi pendapatan yang cukup stagnan dari bulan Januari – September 2006 di hampir semua stasiun terbuka di wilayah Jabodetabekser membuat para pejabat PT KA Divisi AP Jabotabek memutar otak. Sebagai perbandingan, untuk tahun 2005 di kurun waktu yang hampir sama (Januari – Juli) , pendapatan di stasiun Bojonggede saja sudah melampui target alias surplus (105 % dari target) atau dengan kata lain 5 bulan ke depan hanya tinggal menarik untung. “ Oleh karena itu mulai bulan Oktober diterjunkan tenaga tambahan. Untuk stasiun BJD (Bojonggede, Red) meminta tambahan 15 orang pasukan putih hitam ini untuk memperkuat pengamanan stasiun dengan pengawasan dari pimpinan stasiun”, ujar wakil KS yang selalu terlihat berjaga mengawasi aktivitas stasiun dan anak buahnya dari jam 04.30 – 10.00 pagi.

Dari hasil penambahan jumlah personal portir ini pemasukan stasiun pun bertambah. Terbukti di loket pintu Utara, yang sebelum adanya portir meraup penjualan karcis rata – rata hanya Rp. 2,5 – 2,9 juta / hari di bulan September , semenjak adanya ‘pasukan’ ini mulai bulan Oktober penjualan karcisnya melonjak menjadi rata – rata Rp. 5 – 6 juta per hari. Program ini pun merambah ke penjualan abonemen, Saat rekapitulasi pendapatan bulanan, loket Ltara mengalami penurunan pendapatan kembali ke angka Rp. 2,9 juta per hari, namun penjulan abunemen meningkat menjadi dua kali dari bulan sebelumnya.

Dari hasil ini, pun Stasiun Bojonggede masih memiliki program penjualan Abunemen yang diperpanjang hingga tanggal 12 setiap bulannya dengan persetujuan Kasie Angkutan Penumpang dan Kaur Keuangan untuk menjaring lebih banyak konsumen. Hal lain juga dilakukan oleh Sta BJD untuk mengantisipasi kelangkaan abunemen yaitu dengan cara mengambil jatah stasiun layang (Cikini - Jayakarta) sejumlah 1000 unit abonemen.
Fasilitas stasiun yang sempat kami tanyakan juga adalah Plang Nama Stasiun Bojonggede yang menurut kami cukup menganggu pandangan ke arah Selatan saat KRL dari Bogor akan melintas. Gangguan ini terutama dirasakan oleh pengguna jasa yang datang dari arah perumahan Gaperi 1 atau sebelah timar. Hal ini juga menyangkut keselamatan pengguna jasa. Pihak stasiun berjanji akan mengatisipasi hal-hal yang dikhawatirkan tersebut dengan menambahkan speaker di dekat pintu masuk peron 3 untuk memberitahukan kedatangan kereta dan memperingatkan bahaya yang ada.

Masalah perbaikan fasilitas lainnya yang saat ini sedang dikerjakan oleh pihak Stasiun BJD adalah pengurasan ballast. Hal ini untuk menjamin agar kelenturan rel dan keselamatan perjalanan KA. Seperti diketahui, sudah hampir 3 bulan terakhir ini rel di jalur satu dan dua di Stasiun BJD bercampur antara kerikil ballast dan lumpur yang jatuh ke rel seiring musim penghujan.Hal ini dilakukan dilakukan untuk menjamin keselamatan semua pihak.

(epf/ros/nc)

No comments: